Sebenarnya
saya merasa belum pantas menulis pengalaman mengajar secara utuh.
Terkesan sudah banyak makan asam garam menjadi pengajar saja. Padahal
pengalaman mengajar saya hanya sebatas di bimbingan belajar dan hanya
selama dua tahun lebih beberapa bulan. Apa yang ditulis dalam
postingan-postingan sebelumnya pun hanya sebatas berbagi cerita.
Meminjam istilah dosen kami, saya coba melalukan “Management Knowladge”. Syukur alhamdulillah jika bisa bermanfaat dan mendapat respon postif dari Sahabat yang membaca.
Karir dua tahun di sebuah lembaga
pendidikan bukanlah waktu yang panjang dan menelurkan banyak pengalaman.
Tapi saya rasa sekaranglah momen yang tepat untuk menceritakan dunia
yang sangat meninggalkan kesan. Ketika saya menulis postingan ini saya
tidak lagi menjadi pengajar di bimbingan belajar. Pengunduran diri saya
dari profesi ini melalui banyak hal yang melatarbelakangi. Tapi
insyaallah karakter “Mas Guru” dalam blog tidak akan mati,
meskipun di kantor baru sekarang saya dipanggil “Mas Admin”. Suatu saat
nanti “Mas Guru” akan kembali, insyaallah. Mohon doa terbaik dari
Sahabat semua.
Oh iya, beberapa waktu yang ada sebuah pesan yang masuk di email saya. Mari kita mulai ceritanya dari sini.
Disadari atau tidak, nama bimbingan
belajar (bimbel) masih mendapat stigma negatif dari sebagian masyarakat
dan kalangan guru. Bimbel hanya tempat orang cari untung, penjual cara
cepat, tidak mengajarkan konsep ilmu dan sebagainya. Nah, sebelum
beranjak lebih jauh akan dijelaskan terlebih dahulu tentang bimbel dari
kacamata saya. Dari penyebutan namanya saja bimbel bukan disebut
sekolah. Meski materi yang diajarkan sama, sekali lagi bimbel bukanlah
sekolah yang kita kenal pada umumnya.
Dari segi managemen, bimbel adalah
perusahaan swasta yang tidak mengantungkan diri dari dana pemerintah.
Bimbel juga merupakan suplemen siswa untuk belajar. Sehingga cara
belajar di bimbel diusahakan betul bervariasi agar siswa tidak jemu.
Mengingat siswa telah beraktivitas sedari pagi di sekolah. Apabila
kegiatan sore sampai petang di bimbel juga sama, kami tidak yakin banyak
siswa yang mampu bertahan. Tapi tujuan sebuah bimbel saya percaya tidak
akan jauh berbeda dengan apa yang dicitakan sebuah sekolah, menjadikan
siswa berprestasi.
Nah, sekarang kita masuk ke topik guru
yang mengajar di bimbel. Semenjak pertama kali diberi pengarahan oleh
senior kami. Beliau berpesan, “Tentor (guru bimbel) harus lebih baik dari guru sekolah.” Tunggu
dulu, bukan berarti kami memandang rendah kualitas guru sekolah. Bukan.
Pesan ini bertujuan memacu kinerja kami agar seperti ulasan sebelumnya,
siswa tidak jemu. Karena hal inilah kami di bimbel bebas melakukan cara
penyampaian materi secara bervariasi. Mulai dari penggunaan rumus
cepat, tips & trick, multimedia, ceramah, tryout, sampai standup comedy.
Mengenai humor selama bimbingan, sebagian
tentor menyarankan dengan predikat “HARUS”. Celoteh lucu harus tentor
persiapkan agar suasana selama bimbingan tidak tegang dan kaku. Tapi
tidak dengan saya. Meski sangat suka menonton pertunjukan lawak, cara
penyampaian humor yang sudah saya persiapkan sering pada derajat garing.
Saya lebih suka situasi spontan, materi humor apa yang terlintas
langsung saya sampaikan. Meski 50% kandas dengan tawa siswa yang
terpaksa. Mungkin sebagai apresisi atas usaha saya mencoba mencairkan
suasana kelas selama “keras”-nya pelajaran fisika. -_-
Cara penyampaian humor yang tidak terlalu
jago, saya coba imbangi dengan pendekatan personal pada setiap siswa.
Meski lebih memakan waktu, tapi saya rasa cukup efektif. Jadi, karena
saya sebagai tentor yang “merasa” usianya tidak jauh dengan usia siswa.
Saya menerapkan aturan “JANGAN ADA PANGGILAN BAPAK DIANTARA KITA.” Ada
siswa yang memanggil Bapak, saya tidak akan menjawab. Saya bebaskan
siswa memanggil saya dengan sebutan: “Mas!”, “Bang!” atau “Kak!”. Tujuan
saya adalah meminimalisir rasa kaku dan canggung siswa. Alhamdulillah
sampai saat perpisahan kemarin pun banyak siswa yang SMS haru, semoga
pertanda dekatnya hubungan kami.😥
Bukan berarti karena kita akrab dengan
siswa hingga melupakan materi yang seharusnya diajarkan. Tentor yang
baik adalah yang mampu membawa kelas dari kondisi santai dengan bercanda
ke kondisi serius dengan materi pelajaran, begitu juga sebaliknya. Nah,
fungsi ini harus benar-benar optimal. Sebagai pengajar, tentor wajib
menguasai materi sebelum pertemuan. Usahakan jika suatu materi kita
sampaikan pada siswa SD, bacaan kita tentang materi tersebut minimal
sampai pada siswa SMP, begitu seterusnya. Misalnya, jika saya harus
menyampaikan materi “Gerak” di siswa kelas 7 SMP. Saya harus kuasai juga
materi tersebut untuk kelas 10 SMA, bahkan kalau bisa membaca ulang
materi “Mekanika” sewaktu kuliah. Dengan begitu, insyaallah banyak
materi dan soal yang dibutuhkan siswa dapat kita sampaikan dengan baik.
Selain itu kita juga mampu memberi pengayaan dan cerita lebih mendalam
tentang peristiwa-peristiwa di materi tersebut.
Memadukan penguasaan materi dan kedekatan
dengan siswa, saya rasa tidak adalagi alasan kita untuk tidak betah
mengajar. Hari-hari selama di bimbel tentu dipenuhi aktivitas
berinteraksi dengan siswa, baik secara langsung ataupun tidak. Yaps!
Menjadi pengajar dituntut harus total. Bahkan akun sosial media dan handphone
kita juga dimanfaatkan untuk membantu siswa. Meskipun di lain sisi kita
juga harus tegas agar siswa mencoba menyelesaikan soalnya sendiri.
Bagi pembaca sekalian yang ingin mulai
mengajar seperti Sahabat Jechan, saya ucapkan selamat berjuang. Meski
profesi pengajar bimbel saat ini sudah tidak lagi saya sandang, tapi
berbagi cerita dan pengalaman tidak akan berhenti saya lakukan. Semoga
bermanfaat!
Sumber gambar: 123rf.com
Sumber :