Matematika adalah sebuah pelajaran yang didapat setiap murid di setiap
sekolah. Ketika latihan mungkin tidak terlalu memenatkan kepala. Tapi
begitu ulangan, bisa menjadi momok bagi sebagian murid.
Suatu siang di kelas 5B di sebuah sekolah. Jam pelajaran terakhir hampir selesai. Kebetulan saat itu di kelas 5B sedang pelajaran matematika. Sebelum pelajaran berakhir, guru yang mengajar memberitahu kalau besok akan diadakan ulangan.
Suatu siang di kelas 5B di sebuah sekolah. Jam pelajaran terakhir hampir selesai. Kebetulan saat itu di kelas 5B sedang pelajaran matematika. Sebelum pelajaran berakhir, guru yang mengajar memberitahu kalau besok akan diadakan ulangan.
"Anak-anak, besok kita ulangan ya!" Kata guru itu
"Ulangan bu?" Sahut salah seorang murid.
"Serius bu?" Sahut murid lainnya.
"Iya serius!" Jawab guru itu.
"TIIIIIDAAAAAKKKK!!!" Teriak beberapa murid. Beberapa murid yang
berteriak tersebut memang benci sama yang namanya pelajaran matematika.
Menurut mereka, matematika adalah pelajaran yang sangat sulit.
"YEEEEEEEEYYYYYY!!!" Sahut beberapa murid yang lain. Murid-murid yang
ini memang dikenal suka dan mahir dalam hal matematika. Bahkan Rian,
salah satu di antara murid-murid tersebut pernah memenangkan medali emas
dalam sebuah olimpiade matematika tingkat nasional.
Bel pun berbunyi tanda waktu sekolah telah usai. Semua murid segera
berhamburan keluar kelas, pulang menuju rumah mereka masing-masing.
Terlihat Septio, salah satu murid kelas 5B sedang berjalan pulang sambil
mengobrak-abrik rambut hitam keritingnya. Kepalanya terasa pusing
memikirkan ulangan besok.
"Aduuuhhh, gimana ya?" Gumamnya dalam hati. "Apa besok aku bolos saja? Tapi kalo ketahuan bolos ntar dimarahin, kalo aku ikut ulangan besok apa aku bisa menjawab soal-soalnya? Duuuuuhhhh, aku mesti gimana? Pusiiiiiiiiing!"
"Jangan pusing-pusing Sep, nanti nggak bisa mikir apa-apa loh!" Sahut Rian yang tiba-tiba sudah ada di belakang Septio.
"Mudah bagimu berkata begitu, kamu kan anak paling jago matematika di sekolah, sedangkan aku, suka langganan remidi matematika." Kata Septio dengan nada agak kesal.
"Kalo menurutku sih sebenarnya kamu bisa, cuma kurang laithan aja!" Kata Rian. Septio hanya terdiam mendengar perkataan Rian. "Ya sudah! Kalo gitu satu setengah jam lagi aku ke rumahmu aku bantu kamu belajar buat besok!" Kata Rian. "Gimana? Mau nggak?" Tanya Rian kemudian.
"Hmmm, gimana ya? Ya sudah deh! Oke aku setuju!" Kata Septio masih sedikit ragu-ragu.
Satu setengah jam kemudian Rian datang ke rumah Septio. Rian pun mengajarkan kepada Septio materi-materi yang akan diujikan besok. Ternyata mengajari Septio memang butuh kerja keras.
"Ah, sudah kubilang aku nggak bisa matematika!" Kata Septio dengan nada agak kesal dan serasa seperti orang putus asa.
"Jangan nyerah gitu dong!" kata Rian. "Emangnya kamu mau nilaimu kayak kursi patah, hancur gak karuan?" lanjut Rian.
Septio terdiam, lalu ia teringat dengan kejadian beberapa waktu lalu saat nilai ulangan matematikanya hancur dan membuat orangtuanya merasa kecewa. "Kau benar an, aku gak boleh
nyerah sekarang, aku gak mau ayah ibu kecewa lagi!"
"Nah, gitu dong!" kata Rian. "Ayo coba lagi! Nanti aku bantu!"
"Terima kasih, an!" kata Septio.
"Nggak masalah, kita kan teman." jawab Rian.
Mereka kemudian melanjutkan belajar matematika. Setiap Septio mengalami kesulitan, Rian dengan sabar membantunya.
Tidak terasa hari sudah sore dan segera akan gelap. Menyadari hal itu, Rianpun mohon pamit pada Septio.
"Sep, aku pamit pulang ya, udah mau gelap nih!" Kata Rian.
"Iya, hati-hati di jalan. Terima kasih bantuannya!" Balas Septio. "Untuk selanjutnya aku akan berusaha sendiri." Lanjut Septio.
"Sama-sama Sep, semangat ya!" Balas Rian sambil berlalu meninggalkan rumah Septio.
Malam harinya setelah makam malam, Septiopun segera masuk ke kamarnya dan mulai belajar. Setiap rumus ia pahami dan hafali. Setiap soal ia kerjakan sebagai latihan. Septio begitu semangat belajar.
Tanpa terasa waktu menunjukkan pukul 21:30. Septiopun segera membereskan tasnya dan bersiap-siap tidur. Tak lupa ia berdoa terlebih dahulu.
"Ya Tuhan, jagalah tidurku malam ini, agar esok diriku ini bisa mengikuti ulangan matematika dengan baik dan bisa menjawab soal dengan tenang. Terima kasih Tuhan. Damai, damai, damai." Begitulah ucapan Septio dalam doanya. Lalu iapun tertidur.
Keesokkan harinya Septio bangun dengan tubuhnya yang segar. Tidurnya yang nyenyak semalam benar-benar memulihkan energinya. Ia kemudian segera mandi. Setelah mandi iapun sarapan dan kemudian berangkat sekolah.
Bel berbunyi menandakan jam pelajaran pertama dimulai. Ibu guru matematika memasuki ruang kelas Septio dan segera membagikan soal ulangan. Septio nampak tenang dalam mengerjakan soal. Ia berusaha untuk konsenterasi dan mengingat apa yang telah ia pelajari.
Tak terasa waktu berlalu. Bel berbunyi menandakan berakhirnya jam pelajaran matematika. Semua murid mengumpulkan lembar jawaban mereka. Beberapa dari mereka nampaknya pasrah dengan hasilnya nanti
Seminngu kemudian, hasil ulangan matematika mereka dibagikan. Beberapa siswa nampak senang melihat hasil ulangannya. Beberapa siswa lainnya sedih karena nilai ulangannya jelek.
Ketika Septio menerima hasil ulangannya, sedikit senyuman terlihat menghiasi raut wajahnya. Septio mendapat nilai 75. Walaupun bukan nilai sempurna, tetapi Septio sudah berusaha keras. Orangtua dan gurunya serta Rian juga senang melihat peningkatan Septio.
"Aduuuhhh, gimana ya?" Gumamnya dalam hati. "Apa besok aku bolos saja? Tapi kalo ketahuan bolos ntar dimarahin, kalo aku ikut ulangan besok apa aku bisa menjawab soal-soalnya? Duuuuuhhhh, aku mesti gimana? Pusiiiiiiiiing!"
"Jangan pusing-pusing Sep, nanti nggak bisa mikir apa-apa loh!" Sahut Rian yang tiba-tiba sudah ada di belakang Septio.
"Mudah bagimu berkata begitu, kamu kan anak paling jago matematika di sekolah, sedangkan aku, suka langganan remidi matematika." Kata Septio dengan nada agak kesal.
"Kalo menurutku sih sebenarnya kamu bisa, cuma kurang laithan aja!" Kata Rian. Septio hanya terdiam mendengar perkataan Rian. "Ya sudah! Kalo gitu satu setengah jam lagi aku ke rumahmu aku bantu kamu belajar buat besok!" Kata Rian. "Gimana? Mau nggak?" Tanya Rian kemudian.
"Hmmm, gimana ya? Ya sudah deh! Oke aku setuju!" Kata Septio masih sedikit ragu-ragu.
Satu setengah jam kemudian Rian datang ke rumah Septio. Rian pun mengajarkan kepada Septio materi-materi yang akan diujikan besok. Ternyata mengajari Septio memang butuh kerja keras.
"Ah, sudah kubilang aku nggak bisa matematika!" Kata Septio dengan nada agak kesal dan serasa seperti orang putus asa.
"Jangan nyerah gitu dong!" kata Rian. "Emangnya kamu mau nilaimu kayak kursi patah, hancur gak karuan?" lanjut Rian.
Septio terdiam, lalu ia teringat dengan kejadian beberapa waktu lalu saat nilai ulangan matematikanya hancur dan membuat orangtuanya merasa kecewa. "Kau benar an, aku gak boleh
"Nah, gitu dong!" kata Rian. "Ayo coba lagi! Nanti aku bantu!"
"Terima kasih, an!" kata Septio.
"Nggak masalah, kita kan teman." jawab Rian.
Mereka kemudian melanjutkan belajar matematika. Setiap Septio mengalami kesulitan, Rian dengan sabar membantunya.
Tidak terasa hari sudah sore dan segera akan gelap. Menyadari hal itu, Rianpun mohon pamit pada Septio.
"Sep, aku pamit pulang ya, udah mau gelap nih!" Kata Rian.
"Iya, hati-hati di jalan. Terima kasih bantuannya!" Balas Septio. "Untuk selanjutnya aku akan berusaha sendiri." Lanjut Septio.
"Sama-sama Sep, semangat ya!" Balas Rian sambil berlalu meninggalkan rumah Septio.
Malam harinya setelah makam malam, Septiopun segera masuk ke kamarnya dan mulai belajar. Setiap rumus ia pahami dan hafali. Setiap soal ia kerjakan sebagai latihan. Septio begitu semangat belajar.
Tanpa terasa waktu menunjukkan pukul 21:30. Septiopun segera membereskan tasnya dan bersiap-siap tidur. Tak lupa ia berdoa terlebih dahulu.
"Ya Tuhan, jagalah tidurku malam ini, agar esok diriku ini bisa mengikuti ulangan matematika dengan baik dan bisa menjawab soal dengan tenang. Terima kasih Tuhan. Damai, damai, damai." Begitulah ucapan Septio dalam doanya. Lalu iapun tertidur.
Keesokkan harinya Septio bangun dengan tubuhnya yang segar. Tidurnya yang nyenyak semalam benar-benar memulihkan energinya. Ia kemudian segera mandi. Setelah mandi iapun sarapan dan kemudian berangkat sekolah.
Bel berbunyi menandakan jam pelajaran pertama dimulai. Ibu guru matematika memasuki ruang kelas Septio dan segera membagikan soal ulangan. Septio nampak tenang dalam mengerjakan soal. Ia berusaha untuk konsenterasi dan mengingat apa yang telah ia pelajari.
Tak terasa waktu berlalu. Bel berbunyi menandakan berakhirnya jam pelajaran matematika. Semua murid mengumpulkan lembar jawaban mereka. Beberapa dari mereka nampaknya pasrah dengan hasilnya nanti
Seminngu kemudian, hasil ulangan matematika mereka dibagikan. Beberapa siswa nampak senang melihat hasil ulangannya. Beberapa siswa lainnya sedih karena nilai ulangannya jelek.
Ketika Septio menerima hasil ulangannya, sedikit senyuman terlihat menghiasi raut wajahnya. Septio mendapat nilai 75. Walaupun bukan nilai sempurna, tetapi Septio sudah berusaha keras. Orangtua dan gurunya serta Rian juga senang melihat peningkatan Septio.

Sumber :
http://superduperlion.blogspot.co.id/2015/09/cerpen-ulangan-matematika.html